Cerminan Diri Anda
Sangat
mudah mengetahui seperti apa cerminan diri Anda. Cukup dengan melihat bersama
siapa saja Anda sering bergaul, seperti itulah cerminan diri Anda. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seorang
mukmin cerminan dari saudaranya yang mukmin.”[HR Al-Bukhaari di
Al-Adabul-Mufrad no. 239 dan Abu Daawud no. 4918, dihasankan oleh Syaikh
Al-Albaani di Ash-Shahiihah no. 926]
Kalau
seorang biasa berkumpul dengan seorang yang hobinya berjudi, maka kurang lebih
dia itu seperti itu juga. Begitu pula sebaliknya, kalau dia biasa berkumpul
dengan orang yang rajin shalat berjamaah, maka kurang lebih dia seperti itu.
Allah
subhanahu wa ta’ala mencptakan ruh dan menciptakan sifat-sifat khusus untuk ruh
tersebut. Di antara sifat-sifat ruh adalah dia tidak mau berkumpul dengan
selain jenisnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ruh-ruh
itu bagaikan pasukan yang berkumpul (berkelompok). Oleh karena itu, jika mereka
saling mengenal maka mereka akan bersatu, dan jika saling tidak mengenal maka
akan berbeda (berpisah).”[HR Al-Bukhaari 3336 dan Muslim no. 6708]
Memilih
teman yang baik adalah sesuatu yang tak bisa dianggap remeh. Karena itu, Islam
mengajarkan agar kita tak salah dalam memilihnya. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
“Seseorang
itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara
kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman.”[HR Abu Daawud no.
4833 dan At-Tirmidzi no. 2378, di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albaani di
Ash-Shahiihah no. 927]
Tidak
ragu lagi, seorang teman memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap temannya.
Teman bisa mempengaruhi agama, pandangan hidup, kebiasaan dan sifat-sifat
seseorang.
Syaikh
‘Abdulmuhsin Al-Qaasim[Beliau adalah imam di Masjid Nabawi dan hakim di
Mahkamah Syariah di Madinah] berkata, “Sifat manusia adalah cepat terpengaruh
dengan siapa dia bergaul (berinteraksi). Manusia bisa terpengaruh bahkan dengan
seekor binatang ternak.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Kesombongan
dan keangkuhan terdapat pada orang-orang yang meninggikan suara di kalangan
pengembala unta. Dan ketenangan terdapat pada pengembala kambing”[HR
Al-Bukhaari no. 3499 dan Muslim no. 187]
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa, di dalam pengembalaan unta
terdapat kesombongan dan keangkuhan serta di dalam pengembalaan kambing
terdapat ketenangan. Jika dengan hewan saja, yang dia itu tidak punya akal dan
Anda tidak tahu apa maksud dari suaranya, manusia bisa terpengaruh …maka
bagaimana pendapat Anda dengan orang yang bisa bicara dengan Anda, paham
perkataan Anda, bahkan terkadang membohongi dan mengajak Anda kepada hawa nafsunya
serta menghiasi Anda dengan syahwat? Bukankan dia itu lebih
berpengaruh?”[Khuthuwaat ila As-Sa’aadah hal. 141]
Setelah
mengetahui betapa pentingnya memilih teman yang baik. Penulis menasihati diri
penulis sendiri dan pembaca yang budiman agar memilih teman-teman yang memiliki
sifat-sifat terpuji, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Benar aqidahnya
Ini
menjadi syarat mutlak dalam memilih teman. Dia harus beragama Islam dan
beraqidah ahlus-sunnah wal-jamaa’ah. Tidakkah kita semua tahu cerita wafatnya
Abu Thalib, pamannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Ketika
dia terbaring dan akan meninggal. Di sampingnya ada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam serta Abu Jahl dan ‘Abdullah bin Abi Umayyah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ya Pamanku! Katakanlah laa ilaaha
illallaah! Satu kalimat yang dengannya saya bisa menjadi saksi di hadapan
Allah.” Maka mereka berdua berkata, “Ya Abu Thalib! Apakah kamu membenci
agamanya Abdul-Muththalib?”
Senantiasa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “menawarkan” kalimat itu dan mereka
juga terus mempengaruhinya. Sampai akhirnya dia tidak mau mengucapkan laa
ilaaha illallaah dan tetap memilih agama Abdul-Muththalib.[Lihat Al-Bukhaari
no. 1360, Muslim no. 131 dan An-Nasaa’i no.2034]
Cobalah
lihat buruknya pengaruh orang-orang yang ada di sekitarnya! Padahal Abu Thalib
sudah membenarkan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam
hatinya.
2.
Selamat manhajnya
Ini
juga menjadi sifat mutlak yang kedua. Oleh karena itu, Islam melarang berteman
dengan Ahlul-bid’ah dan Ahlul-hawa’. Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Janganlah kalian duduk-duduk dengan ahlulhawa! Sesungguhnya duduk-duduk dengan
mereka menyebabkan penyakit di dalam hati (yaitu bid’ah ).”[Asy-Syarii’ah
lil-Ajury hal. 61dan Al-Ibanah Al-kubra libni Baththah jilid 2 hal. 438,
dinukul dari Mauqif Ahlissunnah wal-jamaah min ahlil-hawa’ wallbida’ li
Syaikina Ibrahim Ar-Ruhaily jilid 2 hal. 535]
Bagaimana
mungkin seorang ahlus-sunnah berkelompok dengan ahlul
bid’ah
dan ahlul-hawa’ dengan prinsip kebersamaan? Tidaklah persatuan yang diserukan
kecuali persatuan yang semu.
3.
Taat beribadah dan menjauhi perbuatan maksiat
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Sabarkanlah
dirimu bersama orang-orang yang berdoa kepada Allah, pada waktu pagi dan
petang, (yang mereka itu) menginginkan wajah-Nya.” (QS Al-Kahfi: 28)
Ibnu
Katsiir di dalam tafsirnya menafsirkan ayat ini, “Duduklah bersama orang-orang
yang mengingat Allah, yang ber-tahliil (mengucapkan laa ilaaha illallaah),
memuji, ber-tasbiih (mengucapkan subhaanallah), bertakbir (mengucapkan Allaahu
akbar) dan memohon pada-Nya di waktu pagi dan petang di antara hamba-hamba
Allah, baik mereka itu orang-orang miskin atau orang-orang kaya, baik mereka
itu orang-orang kuat atau orang-orang yang lemah.”
4.
Baik akhlak dan tutur katanya
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Mukmin
yang paling sempurna imannya adalah mukmin yang paling baik akhlaknya”[HR Abu
Daawud no. 4682dan At-Tirmidzi no.1163 di-hasanshahih-kan oleh Syaikh Al-Albaani
di Ash-Shahiihah no. 284]
Al-Ahnaaf
bin Qais berkata, “Kami dulu selalu mengikuti Qais bin ‘Aashim. Kami belajar
darinya kesabaran dan kemurahan hati sebagaimana kami belajar fiqh.”[Al-’Afwu
wa Al-A’dzar libni Ar-Raqqam dinukil dari Su’ulkhuluq liMuhammad Ibrahim
Al-Hamd hal. 134]
5.
Suka menasehati dalam kebaikan
Teman
yang baik tentu tidak senang jika temannya jatuh dalam perbuatan dosa. Jika
Anda memiliki teman, tetapi dia tidak pernah menegur Anda ketika Anda melakukan
kesalahan, maka perlu dipertanyaan apakah dia benar-benar teman sejati?
Salah
satu ciri orang yang tidak rugi sebagaimana disebutkan oleh Allah di dalam
Surat Al-’Ashr yaitu orang-orang yang saling menasihati dalam kebenaran dan
kesabaran.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(لاَ
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ)
Artinya:
“Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai saudaranya
seperti mencintai dirinya sendiri.”[HR Al-Bukhaari no. 13, Muslim no. 40 ,
An-Nasaa’i no.5031, At-Tirmidzi no.2515 dan Ibnu Maajah no. 66]
6.
Zuhud dengan dunia dan jauh keinginannya dari mengejar-ngejar kedudukan
Teman
yang baik tentu tidak akan menyibukkan saudaranya dengan hal-hal yang sifatnya
duniawi. Seperti sibuk membicarakan model-model handphone, model-model mobil
mewah dll.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia maka Allah
akan mencintaimu. Dan Zuhudlah terhadap apa-apa yang dimiliki manusia, maka
manusia akan mencintaimu.”[HR Ibnu Maajah no. 4102, di-shahiih-kan oleh Syaikh
Al-Albaani di Ash-Shahiihah no.944]
7.
Banyak ilmu atau dapat berbagi-bagi ilmu dengannya
Tidak
salah lagi, berteman dengan orang-orang yang punya dan mengamalkan ilmu agama
akan memberi pengaruh yang besar pada diri kita.
8.
Berpakaian yang islami
Teman
yang baik selalu memperhatikan pakaiannya, baik dari segi keislamian,
kebersihan dan kerapiannya. Syakh Bakr Abu Zaid berkata di kitab hilyah-nya,
“Perhiasan yang tampak menunjukkan kecondongan hati. Orang-orang akan
mengelompok-ngelompokkanmu dengan melihat pakaianmu…Maka pakailah pakaian yang
menghiasimu dan tidak menjelekkanmu, dan tidak menjadikan suatu cela di dalam
pembicaraan orang atau suatu ejekan bagi tukang-tukang ejek.”[At-Ta’liq
Ats-Tsamin lisy-Syaikh Al-Utsaimin hal. 107]
9.
Selalu menjaga kewibawaan dan kehormatan dirinya dari hal-hal yang tidak layak
di pandangan masyarakat
Teman
yang baik selalu menjaga dirinya dari hal-hal itu, kendapti pun hal-hal
tersebut adalah perkara-perkara yang diperbolehkan dalam agama. Kalau
seandainya suatu daerah menganggap bahwa main billiard (bola sodok) adalah
suatu yang ‘aib, maka tidak sepantasnya berteman dengan orang-orang yang suka
bermain permainan itu.
Betapa
indah ucapan Imam Asy-Syaafi’i:
لَوْ أَنَّ اْلمَاءَ
اْلبَارِدَ يَثْلَمُ مِنْ مُرُوْءَتِيْ شَيْئًا مَا شَرِبْتُ اْلمَاءَ إلَّا
حَارًّا
Artinya:
“Seandainya air yang dingin merusak sesuatu dari kewibawaanku (kehormatanku)
maka saya tidak akan minum air kecuali yang panas saja.”[Manaaqib Asy-Syaafi’i
li-Ar-Raazy hal 85 dinukil dari Ma’aalim fi thariiq thalabil’ilm hal. 166]
10.
Tidak banyak bergurau dan meninggalkan hal-hal yang tak bermanfaat
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(مِنْ
حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ)
Artinya:
“Di antara ciri baiknya keislaman seseorang yaitu dia meninggalkan hal-hal yang
tak bermanfaat baginya.”[HR At-Tirmidzi no. 2317 dan Ibnu Majah no. 3976,
di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albany di takhrij Ath-Thahawiyyah hal. 276]
Memang
kelihatannya agak sulit mendapatkan teman yang seperti disebutkan di atas. Akan
tetapi, dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala kemudian dengan usaha yang kuat
serta doa kepada Allah, kita akan mendapatkan orang-orang seperti itu.
Lingkungan
yang islami sangat mendukung untuk mendapatkan orang-orang seperti itu. Apalagi
di lingkungan pondok pesantren, banyak sekali orang-orang soleh yang sangat
baik sekali untuk dijadikan teman.
Perlu
menjadi catatan, bukan berarti kita tidak bergaul dengan orang-orang di sekitar
kita. Bukan berarti kita tidak bergaul dengan orang kafir, ahlul-bid’ah,
orang-orang fasik dan seterusnya. Akan tetapi, Kita harus tetap berdakwah.
Kita
harus melihat maslahat/kebaikan dan mudarat/keburukan yang akan terjadi pada
diri kita dan orang orang lain di sekitar kita pada saat kita bergaul dengan
mereka. Jika pergaulan kita dengan mereka mendatangkan manfaat yang besar bagi
mereka, maka kita harus bergaul dengan mereka. Begitu pula sebaliknya, jika
tidak mendatangkan manfaat tetapi justru mendatangkan mudharat bagi diri kita,
maka kita tidak boleh bergaul dengan mereka.
Syaikh
Ibnu Al-’Utsaimin berkata, “Jika di dalam pergaulan dengan orang-orang fasik
menjadikan sebab datangnya hidayah baginya, maka tidak mengapa berteman
dengannya. Kamu undang dia ke rumahmu, kamu datang ke rumahnya atau kamu
jalan-jalan bersamanya, dengan syarat tidak mengotori kehormatan dirimu di
pandangan masyarakat. Betapa banyak orang-orang fasik mendapatkan hidayah
dengan berteman dengan orang-orang yang baik.”[At-Ta’liqutstsamin ‘ala syarhi
ibni Al’Utsaimin lihilyati thalabil’ilmi hal. 24]
Di
dalam masyarakat jika Anda tidak memilih teman yang baik, maka tinggal pilih!
Andakah yang akan mempengaruhi orang-orang untuk menjadi lebih baik atau
Andakah yang akan dipengaruhi oleh orang-orang untuk menjadi lebih buruk?
Ingat! Tidak ada pilihan yang ketiga.
Mudah-mudahan
bermanfaat untuk semua. Amin.
Oleh:
Ustadz Abu Ahmad Said Yai, Lc.
0 komentar:
Post a Comment
Komentarlah dengan baik dan bijak,
Anda sopan kami segan.
Jika ada link yang rusak, tolong bertiahu kami.
Terima Kasih.