Segumpal Daging Yang Terabaikan
Ibarat pisau bermata dua, hati bisa
menjadi organ tubuh paling taat, atau menjadi yang paling bermaksiat, mendorong
pemiliknya mengorbankan jiwa dan raga untuk menjadi hamba yang bertakwa, atau
membujuknya menjadi pecundang, memprovokasi untuk melakukan kekerasan tanpa
belas kasihan atau memotivasi untuk melakukan pengabdian tanpa batas.
Hatilah yang menentukan hitam-putihnya
akhlak seseorang. Hati pula yang menjadi parameter “kebesaran” seluruh anggota
badan. “Jika baik maka baik pulalah seluruh tubuh. Namun jika buruk, maka buruk
pulalah seluruh tubuh.” Oleh sebab itu, perbaikan dan penjagaan kondisi hati
merupakan kebutuhan tak terelakkan. Sesungguhnya memperhatikan masalah
lahiriyah dan menjadikannya berkilauan tapi meremehkan masalah batin dan
merobohkannya, akan mengakibatkan se- seorang masuk ke dalam neraka.
Mari kita renungkan bersama hadiś-hadiś berikut :
I. Dari Ŝauban radiallāhu 'anhu, dari Nabi şallallāhu 'alailhi wa sallam bersabda,
“Sungguh, Aku pasti akan mengetahui
beberapa kaum di antara umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa amal
kebaikan sebesar gunung Tihamah yang putih bersih, lalu Allah azza wa jalla
menjadikannya debu yang berterbangan.” Ŝauban berkata, “Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepada kami tentang
sifat-sifat mereka agar kami tidak termasuk golongan mereka tanpa kami sadari.”
Rasul şallallāhu ‘alailhi wa sallam menjawab, “Mereka itu saudara-saudara kalian, kulit me- reka
sama dengan kulit kalian, mereka juga melakukan ibadah di waktu malam, seperti
yang kalian lakukan, namun apabila mereka sendirian, mereka melanggar la-
rangan-larangan Allah.” [H.R Ibnu Majah (4245)]
Mereka itu melaksanakan amal-amal
zahir, namun mermehkan amalan-amalan hati, sehingga mereka tidak merasa diawasi
Allah dalam kesendirian mereka.
Mereka itu seperti yang dikatakan dalam
sebuah sya’ir,
Mereka menampakkan kebaikan di hadapan
manusia
Dan menyelisihi Ar-Rahman tatkala
sendirian
II. Dari Abu Hurairah radiallāhu 'anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah şallallāhu 'alailhi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang akan diadili pada
hari kiamat nanti adalah seorang laki-laki yang mati syahid. Dia dihadapkan ke
hadapan Allah, lalu diberitahukan kepadanya nikmat-nikmat yang telah diberikan
kepadanya ketika di dunia, dan diapun mengetahuinya. Allah bertanya, “Apa yang
kamu kerjakan dengan nikmat-nikmat itu?” Dia menjawab, “Aku berperang di
jalan-Mu hingga aku mati syahid.” Allah berfirman, “Kamu dusta, sebenarnya kamu
berperang agar dikatakan bahwa kamu seorang pemberani, dan kamu sudah men-
dapatkan sebutan itu." Kemudian diperintahkan untuk menghukumnya, lalu dia
diseret pada wajahnya sampai dilemparkan ke dalam neraka.
Kedua, seorang laki-laki yang mem-
pelajari dan mengajarkan ilmu serta ahli membaca Al-Quran. Dia dihadapkan ke
hadapan Allah, lalu diberitahukan ke- padanya nikmat-nikmat yang telah di-
berikan kepadanya ketika di dunia, dan diapun mengetahuinya. Allah bertanya,
“Apa yang kamu kerjakan dengan nikmat-nikmat itu?” Dia menjawab, “Aku
mempelajari ilmu agama dan mengajarkannya, dan aku membaca Al-Quran karena
Engkau.” Allah berfirman, “Kamu dusta, sebenarnya kamu mempelajari ilmu, agar
disebut sebagai orang alim, dan kamu membaca Al-Quran agar disebut sebagai
qari’, dan kamu sudah mendapatkan sebutan itu." Kemudian diperintahkan
untuk menghukumnya, lalu dia diseret pada wajahnya sampai dilemparkan ke dalam
neraka.
Ketiga, seorang laki-laki yang diberi
kelapangan oleh Allah dan diberikan harta yang banyak. Dia dihadapkan ke
hadapan Allah, lalu diberitahukan kepadanya nikmat-nikmat yang telah diberikan
kepadanya ketika di dunia, dan diapun mengetahuinya. Allah bertanya, “Apa yang
kamu kerjakan dengan nikmat-nikmat itu?” Dia menjawab, “Aku tidak membiarkan
satu jalanpun yang Engkau cintai untuk dibiayai, melainkan aku pasti
menginfakkan hartaku untuk hal itu karena Engkau.” Allah berfirman, “Kamu
dusta, sebenarnya kamu melakukan hal itu agar kamu disebut sebagai orang yang
dermawan, dan kamu sudah mendapatkan sebutan itu." Kemudian diperintahkan
untuk menghukumnya, lalu dia diseret pada wajahnya sampai dilemparkan ke dalam
neraka. [H.R Muslim (1905)]
III. Dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi
radiallāhu 'anhu berkata, “Rasulullah şallallāhu 'alaihi wa sallam bersabda,“Sesungguhnya seorang laki-laki benar-benar telah
beramal dengan amalan-amalan ahli surga dalam hal-hal yang nampak dalam
pandangan manusia, padahal dia termasuk ahli neraka. Dan sesungguhnya seorang
laki-laki benar-benar telah beramal dengan amalan-amalan ahli neraka dalam
hal-hal yang nampak dalam pandangan manusia, padahal dia termasuk ahli surga.”
[H. R al-Bukhari (2898), Muslim ( 112)]
Frase “dalam hal yang nampak daam
pandangan manusia”, merupakan isyarat bahwa perkara batinnya menyelisihi
zahirnya, dan sesungguhnya su’ul khatimah disebabkan oleh
kotornya batin seorang hamba yang tidak tampak dalam pandangan manusia. Bagian
yang tersembunyi itulah yang menyebabkan su’ul khatimah ketika
maut menjemput.
Dasar pokok dari kemunafikan itu adalah
menghiasi perkara-perkara zahir dengan sesuatu yang tidak ada dalam batinnya,
agar dilihat indah oleh manusia, sesuatu itu adalah iman.
Al-Hasan rahimahullāh berkata : “Ada yang mengatakan bahwa nifak itu
adalah berbedanya an- tara yang tersembunyi dengan yang tampak, antara
perkataan dan perbuatan.
Bilal bin Sa’ad berkata, “Janganlah
engkau menjadi wali Allah dalam perkara yang tampak, namun menjadi musuh-Nya
dalam perkara yang tersembunyi.”
Karena hal inilah, hamba-hamba Allah
yang şalih sangat mengkhawatirkan keadaan hati mereka, mereka mengisinya dan
memberikan perhatian besar terhadapnya.
Semoga Allah menjadikan kita semua
termasuk orang-orang yang dapat mengambil i’tibar dari setiap ibrah,
memperhatikan perkara-perkara yang penting dan mendapatkan taufik Allah untuk
memperbaiki hati dengan pandangan yang baik. [*]
0 komentar:
Post a Comment
Komentarlah dengan baik dan bijak,
Anda sopan kami segan.
Jika ada link yang rusak, tolong bertiahu kami.
Terima Kasih.