Hukum Bersiul
Benarkah bersiul itu dilarang dalam
islam? Saya pernah mendengar itu kebiasaan orang musyrikin quraisy.. apa benar?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala
Rasulillah, wa ba’du,
Allah mencela tata cara ibadah yang
dilakukan orang musyrikin ketika di Ka’bah,
وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ
الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ
تَكْفُرُونَ
Shalat mereka di sekitar Baitullah itu,
tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan. Karena itu, rasakanlah azab
disebabkan kekafiranmu itu. (QS.
al-Anfal: 35).
Al-Jashas dalam tafsirnya menyatakan,
سمي
المكاء والتصدية صلاة ؛ لأنهم كانوا يقيمون الصفير والتصفيق مقام الدعاء والتسبيح
. وقيل : إنهم كانوا يفعلون ذلك في صلاتهم
Siulan dan tepukan tangan dinamakan
shalat, karena orang musyrikin menjadikan siulan dan tepuk tangan sebagai
pengganti doa dan tasbih. Ada yang mengatakan, mereka bersiul dan bernyanyi
ketika sedang beribadah. (Ahkam al-Quran, 3/76)
Mengingat tindakan ini dicela dalam
al-Quran, dan itu kebiasaan oranng musyrik ketika beribadah, ulama berbeda
pendapat mengenai hukum bersiul.
Pertama, bersiul hukumnya terlarang
Dalilya adalah ayat di atas, dimana
Allah mencela kebiasaan orang musyrikin yang bersiul dan tepuk tangan ketika
beribadah.
Ini merupakan pendapat Lajnah Daimah.
Dalam salah satu fatwanya dinyatakan,
الصفير لا يجوز ، ويسمى في اللغة : (
المكاء ) ، وهو من خصال الجاهلية ، ومن مساوئ الأخلاق
Bersiul itu dilarang, dalam bahasa arab
fasih disebut al-Muka’. Dan ini tradisi Jahiliyah, dan termasuk akhlak yang
buruk. (Fatawa Lajnah Daimah, 26/390).
Kedua, bersiul hukumnya makruh
Dalilnya ayat di atas. Karena meniru
kebiasaan jahiliyah, tanpa ada kebutuhan yang mendesak, dicela dalam syariah.
Ibnu Muflih menukil keterangan Syaikh Abdul Qadir Jailani,
قال الشيخ عبد القادر رحمه الله : يكره
الصفير والتصفيق
Syaikh Abdul Qadir – rahimahullah –
mengatakan, “Makruh bersiul dan tepuk tangan.” (al-Adab as-Syar’iyah, 3/375)
Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,
أما
التصفير فأنا أكرهه كراهة ذاتية ، وليس عندي دليل ، ولو أن شخصاً طلب مني دليلاً ،
فلا أستطيع أن أقول : عندي دليل
Untuk bersiul, secara perbuatan saya
tidak menyukainya. Meskipun saya tidak punya dalil. Jika ada orang yang
memintaku membawakan dalil, saya tidak bisa mengatakan, saya punya dalil..
(Liqa’at Bab al-Maftuh, 4/119).
Ketiga, dibolehkan selama tidak diniatkan untuk ibadah
Mereka mengatakan bahwa tidak ada dalil
tegas yang melarang bersiul. Sementara celaan Allah kepada masyarakat jahiliyah
adalah bersiul ketika beribadah. Mereka menganggap bersiul itu sebagai cara
dzikir dalam shalatnya.
Syaikhul Islam mengatakan,
كان
المشركون يجتمعون في المسجد الحرام يصفقون ويصوتون ، يتخذون ذلك عبادة وصلاة ،
فذمهم الله على ذلك ، وجعل ذلك من الباطل الذي نهى عنه
Orang-orang musyrikin berkumpul di
masjidil haram, mereka tepuk tangan dan bersiul-siul. Mereka yakini itu ibadah
dan cara shalat . Lalu Allah mencela tindakan mereka itu. Dan Allah sebut itu
kebatilan yang dilarang.
(Majmu’ al-Fatawa, 3/427)
Dan yang lebih mendekati adalah
pendapat kedua. Sebagaimana keterangan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Terlebih
di sana ada riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan Mujahid, bahwa
bersiul itu tradisi buruk umatnya Nabi Luth. (Tafsir Ibnu Katsir, 6/276)
Karena itu, selama tidak mendesak untuk
dilakukan, tidak selayaknya dilakukan. Namun jika dibutuhkan, semoga tidak
menjadi masalah untuk mengeluarkan bunyi siulan. Seperti suara peluit masinis,
atau semacamnya.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur
Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Post a Comment
Komentarlah dengan baik dan bijak,
Anda sopan kami segan.
Jika ada link yang rusak, tolong bertiahu kami.
Terima Kasih.