Pilar-Pilar Kekafiran
1.Kibr (sombong), yang menghalangi untuk tunduk dan patuh.
Rasulullah shallallahu ‘alailhi wa sallam bersabda,
“Kibr adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” [ H.R Muslim (147) ]
3.Marah, yang mencegah untuk berbuat adil.
4.Syahwat, yang menghalangi untuk beribadah.
Jika keempat pilar ini telah mengakar dan tertancap
kuat dalam hati seseorang, maka suatu amalan tidak akan lurus, dan jiwa tidak akan bersih.Kebatilan akan tampak menjadi kebenaran, dan kebenaran akan tampak menjadi kebatilan. Kebaikan akan tampak menjadi keburukan, dan keburukan akan tampak menjadi kebaikan. Dunia akan didekatkan kepadanya dan akhiat akan dijauhkan darinya.
Maka barangsiapa membuka pintu hatinya untuk
keempat pilar ini, berarti dia telah membuka pintu-pintu seluruh keburukan pada
dirinya, baik keburukan dunia maupun keburukan akhirat. Begitpula sebaliknya,
barangsiapa menutupnya, berarti dia telah menutup pintu-pintu keburukan.
Oleh karena
itu, jika kibr dalam diri seseorang telah hilang, mudah
baginya untuk tunduk. Jika dengki telah hilang, mudah baginya untuk menerima
nasehat. Jika kemarahan telah hilang, mudah baginya untuk adil dan tawadhu’. Dan
jika syahwat telah ditaklukan, mudah baginya untuk bersabar, menjaga kehormatan
diri dan beribadah.
Kibr bagaikan usaha menggulingkan raja, jika dia tidak membinasakan anda, dia
akan mengusir anda. Sedangkan dengki bagaikan memusuhi orang yang lebih mampu
darinya. Senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang.
Pada hakikatnya dengki adalah suatu kebencian
terhadap Allah, karena dia membenci kenikmatan Allah yang Dia berikan kepada
hambaNya, padahal Allah mencintai nikmat tersebut. Dan dia senang jika
kenikmatan itu hilang dari hamba tersebut, padahal Allah membenci hal itu. Maka
dia menentang ketetapan dan takdir Allah bersebrangan dengan kecintaan dan
kebencian-Nya.
Keempat
pilar ini ditimbulkan oleh keterbatasan ilmu tentang Allah dan tentang jiwa.
Maka untuk menghilangkan sifat kibr dan dengki adalah
mengenal Allah, mentauhidkan-Nya, ridha dengan-Nya, kembali kepadaNya dan
mengetahui sifat-sifat kesempurnaan dan keagungan Allah serta menyadari akan
kekurangan dan kelemahan jiwa kita.
Untuk melepaskan diri dari sifat marah dengan
mengenal diri sendiri (jiwa). Bahwa ego tidak berhak untuk dijadikan sebagai
sebab kemarahan dan pembalasan terhadap seorang hamba. Karena hal itu berarti
mengutamakan jiwa daripada Penciptanya dalam hal keridhaan dan kebencian.
Penangkal terkuat untuk mengatasi penyakit ini, hendaklah seorang hamba
mengembalikan jiwa tersebut untuk marah dan ridha hanya karena Allah.
Mengetahui bahwa amarah bagaikan binatang buas, maka kalahkanlah ia, niscaya setan
tidak akan menguasai anda.
Adapun syahwat, maka obatnya adalah ilmu dan
pengetahuan yang benar bahwa menuruti syahwat untuk mendapatkan suatu
kesenangan adalah sebab terbesar yang menghalangi dan mencegah jiwa untuk
mendapatkan kesenangan-kesenangan tersebut. Maka setiap kali anda membuka
pintu-pintu syahwat untuk jiwa, berarti anda sedang berusaha menghalangi jiwa
untuk mendapatkan kesenangannya. Dan setiap kali anda menutup pintu-pintu itu,
berarti anda sedang berusaha untuk memberinya kesenangan dalam bentuk yang
sempurna. Maka tutuplah pintu syahwat agar pintu kebenaran terbuka abgi anda.
Orang yang bisa mengalahkan syahwat dan amarahnya, maka setan akan takut dari
bayangnya. Sedankan orang yang takluk kepada syahwat dan amarahnya, dia akan
takut dari khayalannya.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman,
وَأَمَّا مَنۡ
خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ (٤٠) فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ
هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ (٤١)
40.
Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya
41. maka
sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (An-Nazi’at;40-41)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang
kuat bukanlah orang yang kuat dalam bergulat, akan tetapi orang yang kuat
adalah orang yang mampu menguasai jiwanya ketik marah”. (H.R Bukhari:6114)
(Dikutip dan
diterjemahkan dari kitab Al-Fawaid karya Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah, cet. Darul Yaqin, hlm. 196 dengan sedikit tambahan dan perubahan)
0 komentar:
Post a Comment
Komentarlah dengan baik dan bijak,
Anda sopan kami segan.
Jika ada link yang rusak, tolong bertiahu kami.
Terima Kasih.